Sejarah batik jawa timur

| Senin, 25 November 2013
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Bisa dikatakan perkembangan batik berasal dari Jawa Timur (Majapahit adalah kerajaan besar di Jawa Timur). “Namun dalam beberapa catatan, pengembangan batik m).Ilai dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram (Jawa Tengah), yang meruntuhkan Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh ibu-ibu tetangga dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita, ibu rumah tangga, untuk mengisi waktu senggang.
Seni batik meluas menjadi milik rakyat Indonesia, terutama Jawa, setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah Perang Dunia I berakhir atau sekitar 1920. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pergerakan Muslim yang juga pedangang batik untuk melawan perekonomian Belanda.
Maka tidak heran jika potensi kerajinan batik di Jawa Timur menyebar di seluruh kabupaten kota. Hampir seluruh daerah Jawa Timur ditemukan sentra kerajinan batik meski hanya skala kecil. Batik yang diproduksi oleh sentra-sentra industri di Jawa Timur ini memiliki ciri khas masing-masing yang seeara kasat mata bisa dibedakan. Umumnya masing-masing pengrajin menampilkan motif alam sekitarnya.
Mojokerto adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit, maka batik berkembang di sini. Batik juga berkembang di Tulungagung sebagai daerah pengembangan Kerajaan Majapahit saat itu. Tulungagung yang sebagian wilayahnya rawa-rawa (Bonorowo), saat itu dikuasai oleh Adipati Kalang, yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit.
Daerah pembatikan di Mojokerto sekarang terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Di luar Kabupaten Mojokerto, batik juga ditemukan di Jombang.
Waktu krisis ekonomi 1930an, pengusaha batik Mojokerto ikut lumpuh. Pengusaha-pengusaha batik di Sidoarjo, yang kebanyakan rumahan, bangkrut. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi saat Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.
Mojokerto sebelumnya dikenal dengan batik Kalangbret, yang coraknya hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta: dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Tempat pembatikan yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu di Mojokerto adalah Desa Majan dan Simo. Batik Majan juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan zaman peperangan Pangeran Diponegoro 1825. Warna babaran batik Majan dan Simo dikenal unik, merah menyala (yang diperoleh dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom.
Daerah Ponorogo pada awal abad XX juga dikenal sebagai daerah batik yang dalam pewarnaannya menggunakan nila yang tidak luntur. Akibat batik cap kasar diproduksi secara missal yang dikenal dengan batik cap mori biru, pasaran batik cap kasar Ponorogo terkenal seluruh Indonesia.
Mojokerto, Jombang, Tulungagung, dan Ponorogo yang tidak begitu dikenal dalam peta industri batik, sampai sekarang masih ada sisa jejak kerajinan batik. Batik masih berkembang di Sidoarjo, Madura, Tuban, Blitar, Banyuwangi dan daerah-daerah lainnya.
Batik Madura, memiliki cirri khas dengan motif batik pantai dengan warna cenderung gelap, merah gelap, bahkan dipadukan dengan warna hitam yang merupakan warna yang disukai oleh masyarakat Madura.
Batik Sidoarjo menampilkan motif udang dan ikan serta dedaunan, tapi juga menampilkan warna gelap. Sementara batik Surabaya lebih mengarah pada motif bebas imprisonis meski tetap natural dengan warna-warna terang, abu-abu atau coklat cerah.
Demikian juga Kota Malang, Jawa Timur, juga tidak mau ketinggalan dalam usaha pelestarian batik. Batik yang diproduksi para pembatik di kota pendidikan itu memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain. “Motifnya juga tidak jauh-jauh dengan lambang Kota Malang, cerabut ‘rambut singa’ kata penggagas batik di Kota Malang Ny. Heri Peni Suparto.
Selain rambut singa yang menjadi identitas Batik Malangan, tugu Kota Malang yang menjadi lambang kota tersebut juga tidak boleh ditinggalkan. Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait di Jawa Timur, namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat di daerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata. Tidak salah jika perkembangan batik di Mojokerto dan Tulungagung pada masa kemudian lebih dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
“Perkembangan batik di Jawa Timur cenderung lambat, namun bukan berarti tidak berkembang”, kata Zainal.
Diketahui, batik-batik produk Jawa Timur, terutama Madura, masuk ke pasar luar negeri melalui pengusaha batik dari Yogyakarta.
Batik yang sempat diklaim milik negara lain kini mulai kembali kembali menjadi milik masyarakat Indonesia sepenuhnya, setelah pada 2 Oktober 2009 diakui secara resmi oleh UNESCO yang menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (masterpieces of the oral and intangible heritage of humanity). Pengakuan Unesco itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari batik nasional yang kembali membangkitkan semangat nasionalisme dan ekonomi para pengusaha batik di Indonesia.
Perkembangan batik di berbagai wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur saat ini cukup signifikan. Ini ditandai dengan bermunculnya industri skala ini kro kecil maupun skala rumah tangga yang terus menghasilkan produk dengan motif dan pewarnaan khas yang dipengaruhi oleh karakter daerah masing-masing.

0 komentar:

Posting Komentar

Next
▲Top▲